Program rehabilitasi bangunan kegiatan agama kini menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam memperkuat infrastruktur keagamaan di Indonesia. Jika sebelumnya publik lebih banyak mendengar tentang bantuan untuk pesantren, kini program tersebut diperluas mencakup berbagai rumah ibadah lintas agama—mulai dari masjid, gereja, pura, vihara, hingga klenteng.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan bahwa pemerataan dukungan pembangunan dan rehabilitasi sarana ibadah menjadi bagian penting dari komitmen nasional menjaga kerukunan umat beragama.
Fokus Program Rehabilitasi Bangunan Kegiatan Agama Tahun 2025
Menurut data dari Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR, program rehabilitasi bangunan kegiatan agama tahun 2025 mencakup sedikitnya 5 prioritas utama:

- 
Rehabilitasi dan pembangunan pesantren di berbagai provinsi. 
- 
Pemeliharaan rumah ibadah lintas agama, seperti gereja, pura, dan vihara. 
- 
Pembangunan pusat kegiatan umat yang bersifat sosial dan pendidikan. 
- 
Perbaikan fasilitas pendukung rumah ibadah, seperti aula, ruang belajar, dan asrama santri. 
- 
Peningkatan akses air bersih dan sanitasi di lingkungan ibadah. 
Langkah ini tidak hanya memperkuat infrastruktur fisik, tetapi juga memperluas ruang dialog antarumat beragama melalui fasilitas yang lebih layak dan modern.
Tidak Hanya Pesantren — Pemerintah Dorong Pemerataan Dukungan
Selama ini, bantuan pembangunan sering kali lebih identik dengan pesantren. Namun dalam kebijakan terbaru, pemerintah memastikan semua lembaga keagamaan akan mendapat kesempatan yang sama.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Kamaruddin Amin, menjelaskan bahwa pemerintah ingin menegakkan asas keadilan dan keseimbangan dalam penyaluran bantuan.
“Kami ingin memastikan bahwa setiap tempat ibadah, baik itu masjid, gereja, pura, vihara, maupun klenteng, memiliki kondisi yang layak untuk beribadah. Ini adalah bagian dari tanggung jawab negara terhadap warganya,” jelas Kamaruddin dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (18/10/2025).
Alokasi Anggaran dan Skema Bantuan Pemerintah
Pemerintah telah menyiapkan anggaran lebih dari Rp1,5 triliun untuk program rehabilitasi bangunan kegiatan agama di tahun anggaran 2025. Dana tersebut bersumber dari APBN dan kerja sama lintas kementerian, termasuk kontribusi pemerintah daerah.

Adapun pembagiannya sebagai berikut:
- 
40% untuk rehabilitasi pesantren dan madrasah. 
- 
30% untuk perbaikan rumah ibadah lintas agama. 
- 
15% untuk fasilitas sosial keagamaan (asrama, balai kegiatan umat, aula). 
- 
10% untuk pembangunan baru di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). 
- 
5% untuk monitoring, pelatihan tenaga konstruksi, dan supervisi teknis. 
Kemenag juga memperkenalkan skema bantuan berbasis digital agar proses pengajuan dan verifikasi lebih transparan. Setiap lembaga keagamaan kini bisa mengajukan proposal rehabilitasi bangunan kegiatan agama melalui aplikasi daring “Simkahda” (Sistem Informasi Kegiatan Keagamaan Daerah).
Sistem Digitalisasi Pengawasan dan Transparansi
Digitalisasi menjadi langkah penting dalam memastikan program rehabilitasi bangunan kegiatan agama berjalan efektif. Aplikasi Simkahda memudahkan lembaga agama untuk mengunggah dokumen legalitas, foto bangunan, serta kebutuhan teknis rehabilitasi.
Setiap pengajuan akan diverifikasi oleh tim gabungan dari PUPR dan Kemenag sebelum disetujui. Masyarakat umum juga dapat memantau status pembangunan melalui dashboard publik yang akan diluncurkan tahun ini.
Langkah ini menandai komitmen pemerintah terhadap transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran keagamaan.
Pembangunan untuk Pesantren dan Madrasah
Pesantren tetap menjadi salah satu prioritas utama dalam program rehabilitasi bangunan kegiatan agama. Banyak pesantren di daerah mengalami kerusakan bangunan akibat usia tua dan kurangnya dukungan dana.
Beberapa pesantren besar seperti di Jawa Barat, Banten, dan Kalimantan Selatan telah masuk daftar penerima rehabilitasi tahap pertama. PUPR juga akan menambah fasilitas sanitasi, laboratorium, serta ruang pelatihan keterampilan bagi santri.
Selain bangunan fisik, pendidikan karakter dan kemandirian santri juga menjadi fokus. Pemerintah bekerja sama dengan Badan Wakaf Indonesia dan beberapa BUMN untuk mengembangkan model pesantren modern yang mandiri secara ekonomi.
Dukungan Pembangunan Rumah Ibadah Lintas Agama
Di luar pesantren, gereja, pura, vihara, dan klenteng juga akan mendapat perhatian. Menurut laporan Kemenag, sedikitnya ada 2.300 rumah ibadah lintas agama di seluruh Indonesia yang memerlukan perbaikan struktur, atap, maupun fasilitas dasar seperti listrik dan air.

Beberapa program unggulan di antaranya:
- 
Rehabilitasi Gereja Santo Yusuf di Kupang, NTT. 
- 
Pembangunan kembali Vihara Dharma Loka di Medan, Sumatera Utara. 
- 
Perbaikan Pura Jagatnatha di Lombok Timur, NTB. 
- 
Renovasi Klenteng Boen Tek Bio di Tangerang, Banten. 
“Kita ingin memastikan setiap umat beragama bisa beribadah dengan nyaman dan aman. Tidak boleh ada diskriminasi dalam pembangunan sarana keagamaan,” ujar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam keterangan resminya.
Peran Pemerintah Daerah dan Partisipasi Masyarakat
Keberhasilan rehabilitasi bangunan kegiatan agama tidak hanya bergantung pada pemerintah pusat, tetapi juga partisipasi pemerintah daerah dan masyarakat.
Kemenag mendorong kepala daerah untuk mengalokasikan sebagian dana hibah daerah guna mempercepat pembangunan fasilitas keagamaan. Di beberapa daerah seperti Yogyakarta dan Bali, masyarakat turut bergotong royong dalam membangun kembali rumah ibadah yang rusak akibat bencana.
Partisipasi ini menjadi simbol gotong royong lintas iman, yang memperkuat rasa persaudaraan antarumat beragama.
Akses Air Bersih dan Sanitasi di Lingkungan Ibadah

Salah satu aspek penting dalam program rehabilitasi bangunan kegiatan agama adalah peningkatan sanitasi dan ketersediaan air bersih.
PUPR memastikan bahwa setiap bangunan yang direhabilitasi akan dilengkapi toilet bersih, sumur bor, dan sistem pengelolaan limbah sederhana. Upaya ini tidak hanya meningkatkan kenyamanan beribadah, tetapi juga mendukung pola hidup sehat berbasis keagamaan.
Baca juga : 5 Perjalanan Mualaf Deddy Corbuzier: Kisah Panjang Menuju Syahadat
Khusus di daerah rawan air seperti NTT, Papua, dan Sulawesi Tenggara, pemerintah menyiapkan instalasi air bersih bertenaga surya untuk menghemat biaya operasional.
Edukasi dan Pelatihan Tenaga Konstruksi Lokal
Selain pembangunan fisik, pemerintah juga mengadakan pelatihan tenaga konstruksi lokal agar masyarakat sekitar dapat berperan aktif.
Pelatihan ini meliputi teknik bangunan tahan gempa, manajemen proyek kecil, hingga pengelolaan dana rehabilitasi. Dengan cara ini, masyarakat tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga pelaku langsung dalam pembangunan keagamaan.
Dampak Sosial dan Ekonomi Program Rehabilitasi
Program rehabilitasi bangunan kegiatan agama membawa dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Selain memperindah wajah rumah ibadah, proyek ini menciptakan lapangan kerja baru bagi warga lokal—mulai dari tukang bangunan hingga pengrajin bahan bangunan.
Dari sisi sosial, rumah ibadah yang layak juga memperkuat kohesi sosial dan toleransi antarumat. Banyak daerah melaporkan bahwa kegiatan lintas agama meningkat setelah fasilitas publik diperbaiki.
Target dan Evaluasi 2026
Pemerintah menargetkan rehabilitasi 8.000 bangunan kegiatan agama hingga akhir tahun 2026. Setiap proyek akan dievaluasi berdasarkan:
- 
Kualitas konstruksi, 
- 
Manfaat sosial, dan 
- 
Tingkat partisipasi masyarakat. 
Laporan evaluasi akan dipublikasikan secara terbuka melalui situs resmi PUPR dan Kemenag agar publik dapat mengawasi.
Simbol Toleransi dan Pemersatu Bangsa
Lebih dari sekadar pembangunan fisik, rehabilitasi bangunan kegiatan agama adalah simbol nyata toleransi dan persatuan bangsa. Melalui program ini, negara menunjukkan keberpihakan terhadap seluruh umat beragama tanpa memandang perbedaan.
“Infrastruktur keagamaan yang kuat menciptakan masyarakat yang damai dan toleran,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam wawancara eksklusif. “Kami percaya pembangunan rumah ibadah adalah investasi sosial jangka panjang bagi bangsa.”
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meski program ini disambut positif, beberapa tantangan masih muncul, seperti keterbatasan lahan di kota besar, proses perizinan yang panjang, dan perbedaan tata kelola antar daerah.
Namun dengan sistem digital dan pendekatan kolaboratif, pemerintah optimistis semua kendala dapat diatasi. Tahun depan, PUPR berencana menambah kerja sama dengan lembaga filantropi dan ormas keagamaan untuk mempercepat pembangunan.
Penutup – Membangun Iman Lewat Infrastruktur
Program rehabilitasi bangunan kegiatan agama bukan sekadar proyek pembangunan, melainkan manifestasi dari semangat kebersamaan. Saat tempat ibadah berdiri kokoh dan layak, kehidupan sosial masyarakat juga menjadi lebih harmonis.
Dengan dukungan penuh dari pemerintah, lembaga keagamaan, dan masyarakat, program ini diharapkan menjadi tonggak baru dalam pembangunan spiritual dan sosial bangsa Indonesia.

 
			 
			