6 Hukum Pinjol dalam Islam: Fatwa MUI Jadi Sorotan

6 Hukum Pinjol dalam Islam: Fatwa MUI Jadi Sorotan

Hukum Pinjol dalam Islam belakangan menjadi topik hangat setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara resmi mengeluarkan fatwa terkait praktik pinjaman online. Kehadiran fatwa ini memicu diskusi luas, terutama di tengah maraknya kasus penyalahgunaan pinjaman online (pinjol) yang kerap menjerat masyarakat dengan bunga tinggi dan praktik penagihan yang tidak manusiawi.

Dalam fatwanya, MUI menegaskan bahwa praktik pinjol dengan sistem bunga (riba) hukumnya haram. Hal ini sesuai dengan prinsip syariah Islam yang melarang segala bentuk transaksi ribawi. Fatwa tersebut diharapkan dapat menjadi pedoman bagi umat Muslim agar lebih berhati-hati dalam memilih produk keuangan digital.

Artikel ini akan membahas secara detail mengenai hukum pinjol dalam Islam, pandangan MUI, dampak sosial ekonomi, hingga alternatif solusi berbasis syariah yang bisa menjadi jalan keluar.

Apa Itu Pinjaman Online (Pinjol)?

Pinjaman online atau pinjol adalah layanan keuangan berbasis teknologi yang memungkinkan masyarakat meminjam uang dengan mudah melalui aplikasi atau platform digital. Prosesnya cepat, hanya membutuhkan data pribadi dan akses internet.

Namun, di balik kemudahannya, pinjol sering menjerat penggunanya dalam masalah keuangan yang serius. Tingginya bunga, biaya tersembunyi, serta cara penagihan yang kasar menjadikan praktik pinjol sebagai isu besar dalam masyarakat modern.

Bila ditinjau dari hukum pinjol dalam Islam, model bisnis yang mengandung riba jelas bertentangan dengan ajaran syariah. Oleh karena itu, fatwa MUI hadir sebagai bentuk perlindungan terhadap umat agar tidak terjebak dalam praktik keuangan yang merugikan.

Fatwa MUI Tentang Hukum Pinjol dalam Islam

Pada tahun 2023, MUI secara resmi mengeluarkan fatwa terkait hukum pinjol dalam Islam. Intinya, pinjaman online dengan sistem bunga, denda keterlambatan, serta praktik intimidasi saat penagihan dinyatakan haram.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah dengan tegas melarang riba, sebagaimana tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 275:

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Fatwa ini tidak hanya menyoroti aspek bunga pinjaman, tetapi juga menyinggung masalah perlindungan konsumen. Banyak korban pinjol yang mengalami tekanan mental akibat cara penagihan yang kasar, penyebaran data pribadi, hingga ancaman yang melanggar hukum.
KH Anwar Iskandar Tegaskan Fokus MUI untuk Perbaiki Merosotnya Moral Bangsa Akibat Judi Online ~ Mujahid Dakwah

1. Pinjol dengan Bunga (Riba) → Haram

  • Dalam Islam, segala bentuk pinjaman yang mengandung bunga (riba) hukumnya haram.

  • Dalil: Al-Baqarah ayat 275 menegaskan bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

  • Pinjol konvensional yang membebankan bunga tinggi masuk kategori riba nasi’ah.

2. Pinjol dengan Denda Keterlambatan → Haram

  • Jika keterlambatan membayar dikenakan denda berupa tambahan uang, hal itu juga termasuk riba.

  • Dalam Islam, akad utang tidak boleh memberatkan atau menzalimi pihak yang berhutang.

3. Pinjol dengan Intimidasi atau Penagihan Kasar → Haram

  • Islam melarang segala bentuk kezhaliman. Menagih utang dengan cara kasar, menyebarkan aib, atau mengancam jelas bertentangan dengan prinsip syariah.

4. Pinjol Tanpa Transparansi → Tidak Sah

  • Islam mensyaratkan adanya akad yang jelas (akad qardh atau jual beli).

  • Jika pinjol tidak transparan mengenai bunga, biaya tambahan, atau klausul perjanjian, akadnya dianggap tidak sah menurut syariah.

5. Pinjol yang Mengandung Gharar (Ketidakjelasan) → Dilarang

  • Nabi Muhammad SAW melarang transaksi gharar (ketidakjelasan/penipuan).

  • Banyak pinjol ilegal menjerat nasabah tanpa penjelasan yang transparan, sehingga hukumnya dilarang.

6. Pinjol Syariah (Tanpa Riba) → Halal

  • Jika pinjaman dilakukan dengan akad syariah, misalnya qardhul hasan (pinjaman tanpa bunga, hanya wajib mengembalikan pokok), maka hukumnya halal.

  • Begitu juga dengan sistem fintech syariah berbasis bagi hasil (mudharabah/musyarakah), selama tanpa riba dan gharar, hukumnya boleh.

Dampak Sosial Ekonomi Pinjol Haram

1. Beban Ekonomi Keluarga

Hukum pinjol dalam Islam menekankan bahwa riba membawa kerugian besar. Nyatanya, banyak keluarga yang hancur akibat tidak mampu membayar bunga yang terus membengkak.

2. Masalah Psikologis

Selain masalah finansial, korban pinjol juga mengalami tekanan mental. Intimidasi penagihan membuat banyak orang depresi, bahkan ada yang sampai bunuh diri.

3. Ketidakadilan Sosial

Praktik pinjol menciptakan ketidakadilan karena keuntungan hanya berpihak pada perusahaan, sedangkan masyarakat kecil menjadi korban.

Solusi Alternatif: Keuangan Syariah

Sebagai jawaban atas persoalan ini, para ulama mendorong penggunaan layanan fintech syariah. Berbeda dengan pinjol konvensional, fintech syariah menerapkan prinsip bagi hasil (mudharabah/musyarakah) tanpa bunga.

Peran Bank Syariah

Bank syariah menjadi solusi utama bagi umat Islam. Produk pembiayaan seperti murabahah, ijarah, dan musyarakah dapat membantu masyarakat tanpa harus terjerat riba.

Peran Fintech Syariah

Selain bank, kini banyak hadir fintech berbasis syariah yang menawarkan pembiayaan aman, transparan, dan halal.

Edukasi Masyarakat

MUI menekankan pentingnya edukasi agar masyarakat paham perbedaan antara pinjol haram dan pembiayaan halal.

Pandangan Ulama Tentang Hukum Pinjol dalam Islam

Banyak ulama menegaskan bahwa riba dalam bentuk apapun adalah dosa besar. Imam Al-Ghazali bahkan menyebut riba sebagai salah satu penyebab utama hancurnya tatanan sosial.

Baca juga : 5 Fakta Terbaru Pembayaran Masyair Haji 2026, BP Haji Rapat dengan DPR dan Kemenag

Fatwa MUI tentang hukum pinjol dalam Islam mendapat dukungan luas dari kalangan ulama internasional. Mereka menilai bahwa regulasi berbasis syariah adalah satu-satunya jalan untuk menciptakan sistem keuangan yang adil dan berkelanjutan.

Studi Kasus: Korban Pinjol di Indonesia

Data OJK menyebutkan bahwa pada 2023 terdapat lebih dari 14 juta akun pinjol aktif di Indonesia. Dari jumlah tersebut, ribuan masyarakat mengaku menjadi korban penagihan yang tidak manusiawi.

Seorang ibu rumah tangga di Jawa Tengah, misalnya, harus menanggung bunga pinjaman hingga 600% dari jumlah pokok. Kasus seperti ini menunjukkan betapa pentingnya fatwa MUI dalam melindungi masyarakat dari jeratan pinjol.

Masa Depan Hukum Pinjol dalam Islam

Dengan adanya fatwa MUI, masyarakat Muslim diharapkan lebih selektif dalam memilih layanan keuangan. Pemerintah juga didorong untuk memperkuat regulasi dan menindak tegas perusahaan pinjol ilegal.

Di sisi lain, perkembangan fintech syariah menjadi peluang besar bagi umat Islam untuk mengakses pembiayaan tanpa harus melanggar prinsip agama.

Kesimpulan

Hukum pinjol dalam Islam kini jelas: haram jika mengandung riba, bunga tinggi, dan praktik penagihan yang merugikan. Fatwa MUI hadir untuk melindungi masyarakat sekaligus memperkuat kesadaran umat akan pentingnya memilih produk keuangan yang sesuai syariah.

Sebagai umat Muslim, sudah sepatutnya kita menghindari pinjol konvensional dan beralih ke layanan keuangan syariah yang halal, adil, dan menenteramkan hati.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *