Perbedaan Rosario Katolik menjadi topik menarik yang sering dibicarakan dalam konteks lintas agama. Walau bentuknya mirip — untaian butiran doa — makna, sejarah, dan cara penggunaannya berbeda secara mendasar. Rosario dalam tradisi Katolik memiliki peran mendalam dalam kehidupan doa umat, sementara tasbih dalam Islam, Hindu, atau Buddha memiliki filosofi dan fungsi spiritual yang khas pula. Artikel ini akan membahas secara lengkap 10 perbedaan penting antara Rosario Katolik dan tasbih dari agama lain, dengan penjelasan historis, simbolik, dan praktis.
1. Asal-Usul Rosario Katolik dan Tasbih
Asal-usul Rosario Katolik dapat ditelusuri hingga abad pertengahan. Tradisi ini diyakini muncul pada abad ke-13 ketika Santo Dominikus menerima inspirasi dari Bunda Maria untuk memperkenalkan doa rosario sebagai alat perenungan misteri Kristus. Sementara itu, tasbih memiliki akar yang lebih tua dan tersebar luas di berbagai peradaban.
Dalam Islam, tasbih disebut misbaha atau subha, yang berasal dari kata tasbih — pujian kepada Allah. Alat ini digunakan umat Muslim untuk melafalkan dzikir, biasanya berisi 33, 66, atau 99 butiran yang merepresentasikan Asmaul Husna.
Dalam tradisi Hindu dan Buddha, alat serupa disebut mala, digunakan untuk meditasi dan pengulangan mantra. Ini menunjukkan bahwa meski fungsinya sama-sama membantu fokus spiritual, Rosario Katolik dan tasbih memiliki sejarah keagamaan yang berbeda arah.
2. Jumlah Butiran dan Simbolisme
Jumlah butiran menjadi pembeda utama dalam Perbedaan Rosario Katolik. Rosario Katolik tradisional terdiri dari 59 butir, terbagi menjadi 5 bagian yang disebut dekade. Setiap dekade berisi 10 butir kecil (Ave Maria) dan satu butir besar (Bapa Kami).
Sementara tasbih dalam Islam biasanya terdiri dari 99 butir, melambangkan 99 nama Allah (Asmaul Husna). Ada juga versi sederhana dengan 33 butir yang diulang tiga kali untuk menyelesaikan seluruh dzikir.

Dalam Hindu dan Buddha, mala terdiri dari 108 butir, angka yang melambangkan kesempurnaan spiritual. Ini menunjukkan bahwa setiap agama memiliki simbolisme angka tersendiri dalam bentuk doa beruntai mereka.
3. Fungsi Spiritualitas dalam Kehidupan Umat
Fungsi utama Rosario Katolik adalah sebagai alat doa renungan atas kehidupan Yesus Kristus dan Bunda Maria. Doa Rosario mengajarkan kesabaran, pengharapan, dan pengampunan.
Sedangkan dalam Islam, tasbih digunakan untuk berdzikir — mengingat dan memuji Allah setelah salat atau di waktu senggang.
Dalam konteks Hindu dan Buddha, mala dipakai untuk melafalkan mantra berulang, membantu fokus dalam meditasi. Semua alat ini memperlihatkan satu kesamaan universal: membantu manusia mencapai kedamaian batin dan hubungan lebih dalam dengan Yang Ilahi.
4. Struktur dan Urutan Doa
Struktur doa menjadi perbedaan mendasar dalam Perbedaan Rosario Katolik. Dalam rosario, doa mengikuti urutan tetap: dimulai dengan Tanda Salib, diikuti oleh doa Bapa Kami, Salam Maria, Kemuliaan, serta renungan atas misteri-misteri Rosario (Gembira, Sedih, Mulia, Terang).
Sedangkan tasbih tidak memiliki urutan doa tetap. Penggunanya bebas melafalkan dzikir seperti Subhanallah, Alhamdulillah, dan Allahu Akbar dalam jumlah tertentu.
Sementara pada mala, pengulangan mantra dilakukan 108 kali untuk menjaga ritme pikiran dan napas selama meditasi. Perbedaan ini mencerminkan karakter masing-masing agama: Katolik lebih ritualistik, Islam lebih fleksibel dalam pengulangan dzikir, sementara Hindu dan Buddha menekankan keselarasan pikiran dan jiwa.
5. Bahan dan Bentuk Rosario Katolik
Bahan Rosario Katolik umumnya terbuat dari kayu, batu, logam, atau kristal, dengan salib di ujungnya. Salib ini menjadi elemen penting karena melambangkan pengorbanan Yesus di kayu salib.

Tasbih Islam lebih sering dibuat dari kayu cendana, biji kurma, atau plastik ringan, dengan pemisah pada setiap 33 butir. Mala dalam tradisi timur biasanya terbuat dari biji rudraksha, tulang hewan suci, atau batu akik.
Setiap bahan memiliki makna simbolik: kesederhanaan, kesucian, dan ketenangan. Dengan demikian, perbedaan bahan bukan sekadar estetika, tapi juga mencerminkan nilai-nilai spiritual yang dianut.
6. Cara Penggunaan dalam Doa
Dalam Rosario Katolik, doa diucapkan sambil memegang setiap butir, biasanya dilakukan secara perlahan dan penuh perenungan. Tradisi ini sering dilakukan secara kelompok di gereja atau secara pribadi di rumah.
Tasbih digunakan umat Muslim untuk berdzikir, sering kali setelah salat fardhu. Penggunaannya bisa dilakukan di mana saja, bahkan dalam perjalanan, karena bersifat pribadi dan spontan.Baca juga : 6.297 Aspirasi DPR: Isu Hukum hingga Agama Mendominasi Sejak Oktober 2024
Dalam mala, pengucapan mantra dilakukan dengan ritme pernapasan yang teratur, mendekatkan diri kepada ketenangan batin.
Kesamaan ketiganya terletak pada pengulangan dan fokus batin, tetapi konteks penggunaannya berbeda secara teologis.
7. Simbol Keagamaan yang Melekat
Simbolisme adalah inti dari Perbedaan Rosario Katolik. Rosario tidak hanya alat doa, tetapi juga simbol iman, perlindungan, dan pengingat akan kasih Tuhan. Banyak umat Katolik menggantung rosario di mobil, kamar, atau leher sebagai tanda devosi.
Sebaliknya, dalam Islam, tasbih tidak dianggap simbol sakral yang harus dipajang, melainkan alat bantu untuk berdzikir. Dalam Hindu dan Buddha, mala lebih bersifat personal dan diperlakukan dengan penghormatan tinggi selama meditasi.
Dengan demikian, rosario menonjol dalam aspek devosional, sementara tasbih dan mala menonjol dalam aspek kontemplatif.
8. Tradisi dan Momen Penggunaan

Umat Katolik sering mendaraskan Perbedaan Rosario Katolik pada bulan Mei (bulan Maria) dan Oktober (bulan Rosario). Selain itu, doa rosario juga umum dilakukan dalam peringatan arwah, momen dukacita, atau sebagai bentuk doa syafaat.
Dalam Islam, tasbih digunakan setiap saat, terutama setelah salat lima waktu dan menjelang tidur. Dalam Hindu dan Buddha, mala menjadi bagian dari disiplin spiritual harian untuk melatih kesadaran penuh (mindfulness).
Setiap tradisi memanfaatkan alat doa beruntai ini untuk memperdalam spiritualitas, namun dengan penekanan yang berbeda.
9. Nilai Filosofis dan Teologis
Rosario Katolik menegaskan relasi antara manusia dengan Tuhan melalui perantaraan Bunda Maria, yang dianggap pembawa rahmat dan perantara doa. Filosofi ini menekankan cinta kasih, pengampunan, dan kontemplasi atas karya penyelamatan Kristus.
Dalam Islam, tasbih menekankan tauhid — keesaan Allah — dan pengakuan akan kebesaran-Nya. Sedangkan dalam Hindu dan Buddha, mala menandakan perjalanan menuju pencerahan dan kebebasan dari penderitaan.
Maka, walau semua memiliki bentuk serupa, fondasi teologinya benar-benar berbeda.
10. Makna Universal: Doa, Fokus, dan Kedamaian
Pada akhirnya, Perbedaan Rosario Katolik tidak menghapuskan makna universal dari setiap bentuk doa beruntai: kedamaian, fokus, dan keterhubungan spiritual. Rosario, tasbih, dan mala semuanya menuntun manusia menuju keheningan batin di tengah hiruk pikuk dunia modern.
Bahkan dalam konteks lintas agama, banyak akademisi dan teolog melihat adanya kesamaan nilai: pengulangan doa membantu melatih kesadaran, menenangkan emosi, dan memperkuat iman. Dengan cara ini, perbedaan menjadi keindahan spiritual yang menunjukkan kekayaan tradisi manusia dalam mencari Tuhan.
Kesimpulan: Menghargai Perbedaan Rosario Katolik dan Tasbih Agama Lain
Memahami Perbedaan Rosario Katolik dengan tasbih dari agama lain tidak hanya memperluas wawasan keagamaan, tetapi juga menumbuhkan rasa saling hormat antarumat beragama. Meski setiap alat doa memiliki asal-usul, struktur, dan makna berbeda, tujuan akhirnya tetap sama: mendekatkan manusia kepada Sang Pencipta.
Dalam dunia yang semakin plural, pemahaman lintas spiritual seperti ini membantu kita melihat bahwa doa tidak mengenal batas agama — yang membedakan hanyalah cara, bukan esensinya.

 
			 
			